ContohCerpen Berdasarkan Tema. 1. Cerita Pendek Tentang Pengalaman Pribadi. 2. Contoh Cerpen Tentang Kehidupan Sehari-hari. 3.Contoh Cerpen Romantis Untuk Remaja. 4.Contoh Cerpen Anak Durhaka. 5. Contoh Cerpen Tentang Sekolah.
CerpenRindu Kasih Sayang Ibu merupakan cerita pendek karangan Salsa Aini Nurparida, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Twitter WhatsApp « Crazy Best Friend (Sebelumnya) | (Selanjutnya) Who is He (Siapa Dia) » " Baca Juga Cerpen Lainnya! "
contohcerpen menghargai orang lain. Cerpen kegiatan sehari hari artikel anak sekolahan mar pada hari itu mengawali kegiatan sehari harinya dengan melaksanakan salat subuh batang bagian atas tak mungkin hidup bila ditanam pelajaran bahasa dan sastra indonesia untuk sma mirip cerpen tentang kehidupan sehari hari my photo on blogger since may
Cerpententang : "Hari Kemerdekaan". Hari kemerdekaan Indonesia telah tiba. Tepatnya pada tanggal 17 Agustus. Di hari itu, banyak acara-acara yang diadakan di daerah kampungku. Mulai dari lomba makan krupuk, memasukan paku dalam botol, sampai lomba karaoke. Di pagi hari, warga kampung bergegas membersihkan jalan, selokan dan memasang lampu
10October 2020 Dia udah siap pagi-pagi banget. Cerpen dengan tema ini biasanya mencakup permasalahan keluarga persaudaraan lingkungan dsbg. Nathan bergegas untuk mandi dan tanpa sarapan ia. Contoh cerpen singkat tentang kehidupan sehari hari infoana. Beberapa contoh cerpen di antaranya sedikit panjang tetapi masih memenuhi kriteria sebagai cerpen.
Bacajuga: Tema Hari Ibu yang Diperingati Tanggal 22 Desember 2020, Download Logo PHI ke-92 di Sini. Logo PHI ke-92 (kemenpppa.go.id) Kamu juga bisa memberikan kado atau hadiah spesial untuk ibu.
. Klik tombol Play untuk mendengarkan artikel - Cerita pendek atau cerpen adalah karya tulisan yang tidak sepanjang novel dan memiliki batasan-batasan tertentu karena disebut sebagai cerita yang pendek. Biasanya sang pembaca akan dengan mudah menyelesaikan cerpen dalam sekali baca karena konfliknya yang cenderung tidak terlalu rumit dan panjang ceritanya yang tidak sepanjang novel atau karya tulis lainnya. Cerpen bisa berisi banyak tema, salah satunya adalah tentang hari ibu. Hari ibu diperingati pada 22 Desember sebagai satu hari yang didedikasikan khusus untuk para ibu yang sudah memberikan kasih tanpa pamrih kepada anaknya. Berikut ini adalah 3 cerpen tentang hari ibu. 1. Kado Terbaik karya Asri S Ruri berjalan gontai menuju rumahnya. Dia baru berpapasan dengan Zahira yang membawa kue mini untuk Ibunya. Kue itu memang cantik, dengan gambar Ibu dan anak kartun dari whipping cream merah muda. Akan tetapi, Ruri sempat menguping saat Zahira berkata harga kue itu lebih dari uang saku miliknya, bahkan setara saat dia mengumpulkannya selama sebulan. Dengan begitu, Ruri mengerti dia tidak bisa memberikan kue cantik untuk ibunya. Bocah kelas 4 SD itu lalu menimang-nimang untuk memberi hadiah hari Ibu pada bulan berikutnya. Namun, Ruri benar-benar tidak tahu apakah bulan depan dia tetap layak merayakan hari Ibu. Pasalnya menurut paparan gurunya Hari Ibu datang setahun sekali. Lantas, apakah Ruri pantas untuk menunda-nunda perayaan hari Istimewa tersebut? Tanpa disangka kaki kecilnya telah sampai di teras. Kemudian pemilik rambut keriting itu mengintip seseorang dari lubang di bilik bambu rumahnya. Tampaknya neneknya masih tidur sehingga Ruri tidak perlu repot-repot menyiapkan makan siang. Kemudian Ruri cepat-cepat berlari ke halaman belakang, lalu melewati jalan setapak hingga menemukan sungai yang keruh. Di sana ada jembatan sempit yang dinding-dindingnya tampak ditumbuhi oleh lumut. Kaki kecilnya lantas terus melangkah dengan antusias hingga menemukan pusara ibunya di antara ratusan pusara warga Desa. “Kata Bu Guru hari ini adalah hari Ibu. Selamat hari Ibu ya ibuku tersayang,” katanya sambil mencium pucuk pusara ibunya. “Aku ingin membeli kue cantik, Bu. Aku akan memberikannya untuk nenek bulan depan. Sedangkan ibu akan mendapat Alfatihah istimewa dariku hari ini,” tambahnya. Setelah itu, ruri kembali ke rumah untuk merawat neneknya. Baca Juga 8 Contoh Cerpen tentang Sekolah Lengkap dengan Penjelasannya 2. Hari Ibu Bukan 22 Desember “Ndah, besok kita ke pameran yang ada pasar malamnya itu ya. Kamu bantuin aku cari buket.” “Buket, untuk apa sih, Ra?” Aku sungguh tahu bahwa dirinya baru saja selesai mandi. Semerbak shampo sachet masih tercium hingga seluas ruang tamu sederhana rumah ini. Memang sih. Rara orangnya selalu saja seperti itu. Di kala libur, ia sering kali tiba-tiba bertamu ke rumahku syahdan mengajakku untuk jalan-jalan. Walaupun terkadang aku sampai jenuh gara-gara introvert-ku terganggu, tapi seru juga. Setidaknya aku bisa menjaga rutinitas mandi setiap pagi. Toh, cukup banyak juga kan anak perempuan seumuranku yang keasyikan rebahan di saat liburan hinggalah lupa mandi. Tambah lagi sekarang ini sudah masuk libur semester. Ya, mandinya paling-paling setelah nanti sang surya tergelincir. Itu pun kalau ingat. Dan…kalau Emak di rumah sudah mulai naik darah. “Itu lho, Ndah. Lusa kan tanggal 22 Desember Tahun 2021.” “Memangnya kenapa dengan tanggal 22, Ra. Aku kan ulang tahun di bulan Juni?” “Hiks. Indah, Indah. Besok itu Hari Ibu lho. Makanya aku ingin cari-cari karangan bunga yang murah-murah untuk Mamaku.” “O gitu. Oke deh. Memangnya selama ini kamu belum pernah kasih Mamamu hadiah gitu?” “Hehe. Belum, Ndah. Ada juga dua tahun yang lalu. Itu pun juga di Hari Ibu. Aku juga ingatnya gara-gara diumumkan di sekolah oleh wali kelas.” “Hadeh. Dasar Rara!” “Lho, memangnya kenapa, Ndah? What’s wrong with me?” “Hemm. Absolutely wrong, Say!” Ada-ada saja nih sahabatku. Aku sontak menjadi kesal tersebab kisahnya. Masa sih sahabat terbaikku ini terakhir kali memberikan hadiah kepada mamanya dua tahun yang lalu! Sungguh sudah sangat lama. Dan, masa iya dirinya ingin beli buket yang murah. Mendengarnya saja jadi pening kepalaku. * “Nak, besok pagi-pagi Indah temani Ibu ke pasar, ya. Tadi Ayah baru saja nelpon bahwa lusa ada beberapa rekan kerjanya yang ingin bertamu.” “Oke siap, Bu.” Rara belum sempat bersandar di bangku ruang tamu, tiba-tiba Ibuku menghaturkan permintaan. Aku sepertinya harus membikinkan ia segelas teh hijau. Entah mengapa aku mulai merasa bahwa ia sedang bersungut. “Ndah, jadi besok bagaimana? Kok kamu malah mengiyakan ajakan Ibumu daripada aku?” “Nah, kan. Esmosi niyeee! Ya iyalah Ra. Itu Ibuku lho. Perempuan terbaik di dunia ini. Sedangkan kamu adalah sahabatku dan kita baru berkenalan tiga tahun yang lalu.” “Jadi…” “Hehe, sabar, Ra. Bukankah sebagai seorang anak kita harus meninggikan bakti kepada Ibunda? Dan aku pikir, dengan memenuhi hajat alias keinginan Ibuku, itu tandanya aku sedang memberikan hadiah kecil kepadanya.” “Hahaha. Indah, Indah. Kamu ada-ada saja. Hadiah ya hadiah, bantuan ya bantuan. Paling tidak kamu belikan buket, atau kue, atau perhiasan deh untuk Ibumu.” “Ehem. Indah, kamu tahu sendiri kan, aku hanyalah orang biasa yang berasal dari keluarga sederhana. Berat rasanya bagiku untuk memberikan Ibunda hadiah, apalagi jenis hadiah yang dimaksud adalah seperti ucapanmu tadi. Jikalau begitu ukuran hadiah untuk Ibu, mungkin aku akan sangat sulit sekali berbakti kepadanya.” Rara pun terdiam tanpa kisah. Ia tak bisa menyanggah ucapanku. Kupikir, remaja cantik itu takut salah bicara hingga nanti kiranya aku bakal sakit hati. Padahal tidak! Aku tidak sebaper itu. “Ra, menurutku hadiah untuk Ibunda tercinta itu tidak harus selalu dengan uang, barang, atau perhiasan. Ketika kita membantunya dengan sepenuh hati dan tidak membantah setiap nasihat baik, aku rasa itu adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada Ibu. Di luar sana, mungkin banyak anak yang lebih kaya dari kita, dia bisa memberikan apa pun kepada Ibunya. Tapi ternyata? Masih saja ada keributan di antara mereka gara-gara si anak kurang taat, sedikit berbakti, dan tidak perhatian dengan orang tua. Aku tidak ingin seperti itu, Ra.” Rara kembali terdiam, tapi kali ini ia lega. Sontak saja diambilnya gelas berisi teh hijau dan langsung diminumnya hingga beberapa teguk. Perempuan ini benar-benar adalah sahabat sejatiku. Rara sungguh mau berbesar hati menerima opini jujurku. Engkau hebat, Ra! “Ndah, jadi, sebenarnya Hari Ibu itu bukan tanggal 22 Desember, ya?” “Begitulah, Ra. Sejatinya Hari Ibu itu terjadi setiap hari, dan setiap hari adalah kewajiban kita sebagai seorang anak untuk membahagiakannya.” “Oke siap. Tapi besok siang kamu masih mau kan temani aku cari buket?” “Mau dong. Nanti setelah pulang dari pasar, aku kabari ya.” “Nah, cakep. Besok aku traktir kamu deh!” “Wah, mantap ini. Aku mau boba!” Baca Juga 7 Contoh Cerpen Romantis, Kisah Cinta Pasangan yang Tulus 3. Rindu Ibu Tak jarang aku dibuat iri dan kesal karena ibu jarang ada di sisiku. Sementara teman-temanku yang lain mereka mendapat kasih sayang seorang ibu setiap harinya. Ayah hanya mengatakan hal yang sama berulang sabar sayang, ibu bukan tak sayang kamu, tapi ia harus bekerja dulu, sabar…” Ya, ibuku bekerja sebagai TKW di luar negeri, tepatnya Singapura. Alih-alih mengurus anaknya sendiri, Ibu mengurus anak orang lain di sana. Hari silih berganti waktu terus berputar, tak terasa aku belum melihat ibu secara langsung selama tiga tahun. Selama itu aku hanya menghubunginya via video call. Akhir-akhir ini pun aku sering acuh jika jika VC dengannya. Aku tampak marah karena memang kesal. Kesal karena rindu ibu. Tampak terlihat jelas kalau ibu pun kecewa, ia tahu anaknya marah karena selalu diminta pulang, tapi tak bisa. “Ibu di sini karena kamu, sabar nak tinggal beberapa bulan lagi ibu pulang,” kalimat yang sering ibu ungkapkan ketika aku menagih pulang dirinya. Di sekolah rasa kesalku terkadang belanjut sehingga membuat aku malas untuk belajar. Beruntung, teman-temanku sering mengajak aku bermain, setidaknya rasa rindu bercampur kesal kepada ibu sedikit hilang. Pada suatu hari, ada seorang siswa baru bernama Ani. Ia datang dari kampung yang jauh untuk pindah ke kota. Lantaran ayahnya kini bekerja di sini. Ani terlihat sebagai anak yang baik dan lembut. Namun, saat diajak main sepulang sekolah, ia selalu menolaknya. “Aku mau bantu ayah bekerja,” jawab Ani setiap diajak bermain. Di satu pagi dengan kekesalan yang sama—dan rindu yang sama—aku datang ke sekolah dengan wajah muram. Ani yang melihatnya pun penasaran. “Kamu kenapa Debi? Ko cemberut?” “Kesal sama ibu,” jawabku singkat. Ani tambah penasaran. “Kenapa kesal?” Aku jawab rasa kekesalanku dan alasan ibu bekerja di luar negeri. Ani tersenyum mendengarnya dan terlihat lega’. “Ani, kenapa kamu malah tersenyum? Bukankah kamu akan kesal jika mengalami hal serupa seperti aku?” tanyaku. Gadis baik ini menjawab singkat. “Kamu beruntung,” jawab Ani. Aku tambah kesal. “Kenapa bisa disebut beruntung?” “Kamu beruntung karena masih punya ibu,” jawab Ani. Aku sedikit kaget. “Ibuku meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan. Pindah ke sini karena bapak ingin melupakan momen bersama ibu dan bekerja sebagai pedagang keliling karena di kampung bisnis bapak hancur karena ia terus ingat dengan ibu.” “Aku dengan ayah sama, perasaanku sama, aku rindu dan hancur tanpa ibu. Berat meninggalkan kampung halaman yang di mana aku besar dengan ibu di sana.” “Tetapi hidup terus berjalan dan bapak perlu bekerja.” Aku hanya terdiam mendengar cerita Ani. “Debi, maaf kalau aku lancang dan mungkin seperti sok tahu. Tapi ingatlah, ibumu masih ada walau berjarak jauh. Kasih sayangnya membuat ibu harus pergi jauh. Tak apa, ibumu pasti pulang. Rindu yang akan terbalaskan meski masih lama itu kangen yang menyenangkan.” “Sementara aku, kangen ku tak akan terbalas. Rasa kangenku sulit disembuhkan.” Setelah perbincangan hangat itu hidupku berbalik. Melihat sudut pandang lain dan membuat aku mencoba mengerti posisi ibu. Kini, tak ada kesal karena rindu. Namun aku memilih menunggu dengan bahagia karena kangen ibu. Baca berita update lainnya dari di Google News. Baca Juga 9 Contoh Cerpen tentang Kehidupan, Memberi Motivasi dan Inspirasi
Tan, kau seperti oasis di tengah gurun. Kau menghidupkan mimpi-mimpi lamaku yang sempat mati suri karena kekolotan ayahku. Dulu, ketika ayah benar-benar melarangku untuk melanjutkan hobi ini, bahkan sampai berkeras membakar semua lukisanku, aku memutuskan pergi dari rumah. Saat itu, aku mengira impianku telah mati, dan mungkin aku hanya akan berakhir sebagai gelandangan. Tapi, ternyata tidak. Kau datang ke kosan itu sehari setelah kedatanganku, dan tampaknya kita memang ditakdirkan bekerja sama. Kita mendirikan sebuah galeri di sebuah gudang di kota yang letaknya cukup terpencil. Itu semua agar kita bisa sedikit menghemat modal yang ada. Kita berjalan dari titik paling minus. Di saat orang-orang masih memandang rendah lukisanku. Hingga hari itu datang, seorang kolektor lukisan besar tanpa sengaja mampir karena hujan. Siapa sangka dia akhirnya memborong lukisanku, mengenalkan ke teman-temannya, dan jadilah kita seperti sekarang ini. Terkenal, dan punya banyak harta. Mengingat-ingat itu aku jadi bingung mengapa kau mengundurkan diri. Bodoh. Lamunanku buyar ketika pintu ruang kerjaku diketuk. Aku mempersilakan masuk. Ternyata itu Riki, salah satu staf di galeriku. “Ada surat untuk bapak.” “Oh, iya.” Aku menyuruh Riki keluar, lalu membuka amplop surat itu. Kubaca pengirimnya Rustan. Ada urusan apa anak ini mengirim surat kepadaku? 1. Apa kabar kakak? 8 tahun kita tak jumpa, dan kuharap kau baik-baik saja di sana. Mungkin kau agak sedikit bertanya-tanya untuk apa aku mengirim surat ini. Tak usah cemas, Kak. Aku tahu kau sudah jadi orang sukses, kaya raya, tapi aku sama sekali tak punya niatan untuk meminta sepeserpun dari uangmu yang banyak itu. Aku hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin belum kau ketahui. Pertama, mengenai peristiwa 8 tahun lalu, ketika ayah membakar lukisanmu. Ibu sama sekali tak ikut campur. Bahkan dialah orang yang mati-matian melarang ayah berbuat seperti itu, asal kau tahu saja, setiap malam ibu selalu membujuk ayah agar tak lagi berkeras hati memintamu jadi pegawai pajak seperti dirinya. - “Ibu tak ikut campur? Ya, memang. Saat hari kejadian itu, aku sedang bersama Ibu di ruang tamu, aku berniat melukis wajahnya di kanvas yang baru aku beli. Tapi, tiba-tiba ayah datang, marah padaku, dan titik puncaknya, dia membakar semua lukisanku. Tapi, aku benci Ibu. Saat aku kabur dari rumah, dia hanya diam tanpa berusaha mencegahku atau lebih-lebih mau ikut bersamaku. Saat itu aku yakin Ibu juga pasti ada di pihak ayah.” - Kedua, diamnya ibu hari itu bukan berarti dia merelakan kepergianmu. Ibu sempat berkata padaku, dia diam karena sakit yang dia rasakan waktu itu melebihi apapun. Tak ada kata yang dapat keluar dari mulutnya, tak ada tangis yang mengalir di matanya. Dan, kau perlu kau tahu, Kak, kalau berhari-hari setelah kepergianmu, Ibu menjadi seorang yang berbeda. Dia tak pernah tersenyum sekalipun ada yang lucu di televisi. Dia hanya mengkhawatirkan dirimu, Kak. - Aku diam. Lanjut membaca halaman berikutnya dari surat itu. - Ketiga, untuk mengurangi kekhawatirannya terhadap kondisimu, dia memanggil saudara jauhnya, yang bahkan aku sendiri awalnya tak tahu siapa dia. Namanya Tan. Ibu mengirimnya sebagai agen rahasia, dia melacak jejakmu dan menemukanmu di kosan itu. Dia mengabdikan seluruh hidupnya pada Ibu dan dirimu. Mungkin kau juga tak tahu, ketika dia minta izin pulang, sebenarnya dia sedang mengirimkan informasi kepada Ibu. Hahaha. Ibu selalu cerewet menanyainya ketika pulang, dan tak ada satu pun dari pertanyaan itu yang tak berkaitan denganmu. Bahkan aku suka kesal sendiri, Ibu hanya sibuk memikirkan kondisimu, dan sama sekali tak mengkhawatirkan Tan. Dan, begitu kau sukses dan sudah aman, Tan memutuskan kembali ke sini. - “Tan? Orang suruhan Ibu? Tak mungkin! Kalau memang benar Tan orang suruhan Ibu, yang setiap bulan pulang untuk menyampaikan informasi tentangku kepada Ibu, berarti Ibu sudah tahu dimana aku tinggal, bukan? Lalu, kalau memang dia mengkhawatirkanku, mengapa dia tidak menjemputku saja dengan paksa? Rustan pasti berbohong. Pasti!” - Keempat, meski kita tak terlalu dekat sebagai saudara, aku tetap mengenal sifatmu, Kak. Di sana kau pasti bertanya-tanya, mengapa Ibu menjemputmu saja, toh dia sudah tahu tempat tinggalmu dari Tan? Dulu, aku juga sempat bertanya-tanya mengenai hal itu, dan Ibu menjawab, “Asalkan Rusdi bisa bahagia, Ibu akan lakukan segalanya, termasuk bila harus tinggal jauh darinya.” Kau tahu? Ibu mengira kau membenci dirinya, dan keyakinan itu semakin kuat ketika kau tak datang ke pemakaman ayah, meski sudah kukirimi surat berulang kali. Dan, sekarang, mungkin kau sedang sibuk bekerja. Tapi, tolong, biarkan aku menyampaikan satu hal lagi. Kak, surat ini aku kirim tanpa sepengatahuan Ibu. Kalau dia masih mampu, mungkin dia akan mengawasiku dan melarangku kalau aku kedapatan menulis surat ini untukmu. Ibu tak ingin rahasianya terbongkar, tapi aku sudah tak tahan, Kak. Ibu sudah mendekati saat-saat terakhirnya, dan kupikir kedatanganmu pastilah akan jadi sesuatu yang sangat membahagiakan baginya. Ini semua didasari atas keinginanku sendiri, Kak. Bukan Ibu atau orang lain. Tak masalah bila kau menolak permintaanku yang dulu-dulu, tapi sekarang tolonglah turuti permintaanku. Hanya ini yang aku minta darimu, Kak. Tolonglah sempatkan dirimu untuk pulang ke rumah. -Rustan. Pintuku kembali diketuk. Aku buru-buru menghapus air mataku yang mulai keluar, lalu mempersilakan orang itu masuk. “Oh, kamu, ada apa lagi Riki?” “Saya cuma mau mengingatkan, Pak, kalau besok bapak ada janji bertemu dengan Bapak Johan.” “O… oke. Terima kasih, Riki.” “Baik, Pak. Saya permisi.” “Eh, eh, tunggu Riki,… “ “Iya, Pak?” “…sepertinya besok… saya tak bisa hadir.” *** Aku sudah menginjakan kaki lagi di sini. Di tempat aku dilahirkan dulu, sebuah rumah sederhana yang dibangun di tengah lingkungan persawahan. Setiap pijakan kakiku, aku merasakan tanah ini menyapaku, juga rumput-rumput itu yang seperti menyampaikan salam rindunya padaku. Rumahku sepi. Aku memanggil-manggil Rustan, tak ada yang menyahut. Beberapa menit kemudian, barulah aku melihat seorang anak kecil lewat di depan rumah. Dia bilang semua orang ada di pemakaman. Aku tak memikirkan apa-apa lagi setelah itu. Aku berlari dengan kencang, menembus gerimis yang mulai turun. Di pemakaman, aku melihat kerumunan orang dengan pakaian hitam-hitam. Aku mengenali dua orang di sana sebagai adiku, Rustan dan mantan asistenku, Tan. Aku berlari mendekatinya, menembus kerumunan orang, dan melihat nisan itu… nisan bertuliskan nama Ibu. Kurasakan kakiku lemas seketika, aku tertunduk di makam ibu, aku menangis sejadi-jadinya sembari memeluk batu nisan itu. Aku kecewa pada diriku sendiri. Kenapa aku bisa sebodoh ini? Meninggalkan Ibu yang sebenarnya sangat sayang padaku. Meninggalkan Ibu yang sebenarnya mendukung impianku. Meninggalkan Ibu yang selalu menitipkan doanya padaku. Hingga pemakaman itu hanya menyisakan dua orang, Rustan dan Tan, aku masih memeluk nisan Ibu. Mereka berdua lalu menarik tanganku untuk berdiri. Rustan merangkul pundaku dan berkata, “Tak usah menangis lagi, Kak. Di kejauhan sana, Ibu pasti melihat kedatanganmu… dan dia pasti sedang tersenyum di sana.” Beberapa minggu kemudian, aku kembali ke galeriku. Di dalam tas di ruang kerjaku, aku mengambil lukisan wajah Ibu yang baru setengah jadi. Satu-satunya lukisan yang berhasil aku amankan dari amukan ayah. Kulanjutkan lagi lukisan itu. Melukis sebuah senyum paling manis di wajah Ibu, sembari berharap dia mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. *** Kalau berkenaan bolehlah teman-teman komunitas bisa menulis ini memberikan tanggapan seperti rate atau komentar. Tanggapan dari kalian semua, sangat berarti bagi saya.
PORTAL PEKALONGAN - Peringatan Hari Ibu Nasional pada 22 Desember 2021 hampir tiba. Sejak sekarang persiapkan tema yang tepat untuk memperingati Hari Ibu. Bisa mengungkapkan cinta dan kasih sayang pada ibu dalam bentuk puisi, cerpen atau tulisan curahan hati. Peringatan Hari Ibu Nasional ditujukan kepada para wanita secara keseluruhan untuk mengenang jasa dan perjuangan mereka sebagai wanita seutuhnya sesuai kodratnya. Sebagaimana kita tahu, Hari Ibu Nasional menjadi salah satu momentum penting yang dirayakan secara serentak di seluruh daerah di Tanah Air. Baca Juga GRATIS! 33 Link Twibbon Hari Ibu Nasional 2021, Berbagilah Sekarang Juga Dikutip dari Minggu 19 Desember 2021, berikut ini beberapa tema Hari Ibu Nasional 2021 yang bisa dijadikan contoh atau referensi tema kegiatan dalam peringatan Hari Ibu 22 Desember 2021. 1. Ibu Berdaya untuk Indonesia Jaya. 2. Terima Kasih untuk Kesederhanaan, Cinta, dan Kasih Sayangmu. Selamat Hari Ibu 22 Desember 2021. 3. Mari Bersatu dan Bekerja untuk Meningkatkan Kualitas Hidup melalui Nilai Kesetaraan di Hari Ulang Tahun Kongres Perjuangan Perempuan.
“Jika diibaratkan sebuah benda ibu adalah alarm bagiku, dia adalah alarm terbaik”“Ma ? Mama ?” Panggilku pada seseorang yang telah melahirkanku. “Sepatuku dimana ?” “Kamu yang pakai masa tanya mama” Teriak mama dari cara mamaku mendewasakan aku, ya ibuku inspirasiku seorang guru yang tidak pernah aku akui kalau dia seorang guru. Bercerita tentang ibu banyak yang akan aku ceritakan. oh ya, namaku Reza umurku 21 tahun dan dengan umurku yang sekarang ini tidak mungkin aku menceritakan ibuku dalam kurun waktu beberapa tahun dari kelahiranku sampai sekarang ini mungkin akan sangat panjang. karena dia adalah orang sangat menginspirasi bagiku. Disini aku hanya akan menceritakan beberapa bagian saja yang bisa dibilang membuatku terinspirasi. Dan mungkin masih ada orang yang lain yang tidak menyadari betapa menginspirasinya seorang ibu, tapi kalau kalian tidak tau sekarang, mungkin kalian akan tau mulai dari sini, Pernahkah kalian sadar ? bahwa ibu tidak pernah mengeluh akan kalian ? ya.. mungkin ada beberapa keluhan yang sering keluar dari mulutnya tapi itu bukan benar – benar keluhan. melainkan hanya untuk membuat kalian sadar akan apa yang kalian telah perbuat atau ketika kalian sedang melakukan kesalahan, Itulah ibu menurutku, dan mungkin menurut kalian juga ? Itu adalah kata yang paling indah menurutku ketika aku tau adalah orang pertama yang aku temui di tangisan awalku ketika aku ada didunia, orang yang selalu ada disampingku, aku adalah anak ibu, karena tali pusarku itu dulunya tersambung langsung dengan ibu, ibu yang memberiku kehidupan sampai aku menjadi seperti sekarang ini, mulai dari kecil sampai aku besar, mulai dari merangkak sampai berjalan, ibu ada, bahkan selalu ada. Mungkin itu yang membuatku berkata bahwa ibu adalah seorang yang hebat, seorang guru yang selalu membimbingku disetiap saat, ya.. guru yang sebenarnya ingat waktu SD Aku di ajarkan menulis dan membaca oleh guruku di sekolah dan Aku percaya bahwa yang lebih banyak berperan itu adalah Guruku dan Aku pintar dari Guruku, namun itu semua salah, Aku ingat ketika di beri tugas membaca dan menulis, pada awalnya Aku tidak mengetahui caranya, dan Aku mengeluh ke dia Ibu maksudku, karena Dia yang selalu memantau-ku, Dia yang mengajariku untuk beranjak dari ketidak tahuanku menjadi tahu. Ibu, oh Ibu, Aku lebih banyak waktu denganmu ketimbang dengan sekolahku disaat mereka yakin yang mendidik mereka itu adalah sekolah mereka, namun buatku itu adalah salah itu kesalahan besar yang mereka semua itu seketika berubah ketika aku mulai beranjak dewasa dan masuk kesekolah yang lebih tinggi, aku mulai mengabaikannya, mulai tidak mendengarkannya, mulai nakal tepatnya, tapi tidak ada henti – hentinya kau untuk mengingatkanku.“Nak, jangan lupa belajar,” Kata ibu. “Nak, jangan lupa mandi” “Jangan lupa sholat”Seperti angin lalu aku membiarkan ia terus memberitahuku seperti itu, yang pastinya itu untuk kebaikanku kelak. Seperti itu terus yang aku lakukan sampai seorang yang lemah lembut kulihat ketika aku masih kecil berubah menjadi seorang yang pemarah yang selalu memarahiku karena entah apa kesalahanku menurutku. Terus itu yang aku lakukan sampai aku beranjak kesekolah yang lebih tinggi lagi dan sampai masuk universitas.“Eca ?,” panggilan kesayangan seorang ibu kepada anaknya. “Jam berapa seleksi bersama masuk perguruan tingginya ?” “Jam 10 ma” “Ini sudah jam berapa ?,” kata ibu. “Kan masih 2 jam lagi,” Kataku ketika masih berada di tempat tidur sambil tiduran. “Nak bangun saja dulu terus siap – siap” “Uhh.. mama ini selalu saja,” Kataku dalam hati sambil jawabku ketika ketika aku lagi malas mendengarkan kata – katanya yang menurutku itu adalah sebuah ceramah. Namun tanpa henti dan ada rasa bosannya dia terus memberitahuku dan dia tetap biasa saja dan hanya bangun dan bersiaplah selagi masih ada waktu, “Lebih baik kamu yang menunggu waktu jangan malah sebaliknya karena waktu tidak bisa menunggu”, kata ibu dengan nada pelan agar aku mendengarkannya aku bangun dengan keadaan terpaksa karena ibu terus memberitahuku untuk bangun, dan setelah itu aku bersiap, dan akupun berangkat tanpa ada terlambat sedikit lulus seleksi, ibu balik ke kampung dan aku masih tinggal disini untuk sekolah, dia selalu memantauku dari dari jauh lewat telepon, tidak sering dia meneleponku hanya sehari sekali dan itu berlangsung selama setahun. tidak sering juga aku mengabaikannya sehingga seminggu biasanya hanya tiga kali meneleponku hanya untuk tau kabarku, aku sudah makan atau belum, hanya untuk tahu anak kesayangannya ini sedang apa, rindu mungkin, karena aku jarang pulang untuk melihat PUKUL SORE“kriingg,” Handphoneku tulisan mama di nama kontaknya, awalnya kubiarkan, tapi terus menelpon seolah memaksa aku untuk mengangkatnya.“Assalamualaikum,” Kata ibu. “Walaikumsalam,” Jawabku dengan suara serak yang baru tebangun dari tidur. “Kabarmu gimana nak ?” “Baik ma” “Mama bagaimana ?” “Baik nak,” Tapi kali ini ada keluhan sedikit dari dia yang tidak biasanya. “Kamu masih punya uang nak ?.” “Masih ma, kenapa ?,” tanyaku dengan agak heran. “Bisa belikan mama obat dlu ?,” “Kenapa ? Mama sakit ?,” tanyaku. “Tidak,” Jawab ibu dengan membantah. “Tapi kenapa minta beliin obat ?,” “Mama Cuma merasa sakit sedikit di bagian punggung mungkin karena udah tua,” menyuruhku lagi untuk membeli obat yang sudah aku lupa namanya sekarang yang seingatku obat itu untuk tulang yg kropos. Dan juga seolah ingin menyuruhku pulang untuk melihat keadaanya.“Iya ma,” Jawabku. “Eh tapi ini obatnya aku kirim sama siapa ?,” pikirku hari ini minggu dan aku tidak mungkin pulang karena besok harus masuk kampus lagi“Nanti kasih saja ke papamu,” Jawab ibu. “Oh.. papa kesini?,” tanyaku. “iya,” jawab ada angin apa dia datang di hari minggu kataku di dalam hati.“Nak, nanti jangan lupa cuci baju sendiri karena besar sudah kuliah,” “Sudah bisa atur diri sendiri jadi tidak perlu mama ingatkan lagi,” “Belajar yang benar harus jadi contoh yang baik buat adik – adikmu,” “Jangan nakal, harus dengar apa yang orang tua katakan terutama papamu, dia yang cari uang untuk kalian,”Tanpa aku ketahui alasan ibuku langsung berkata seperti itu, dan dengan hanya diam, aku mendengar ada perkataan yang ditambah dengan adanya perasaan lain ketika mendengar kata – kata itu.“Iyaa,” dengan suara agak pelan aku menjawabnya. “Aku keluar dulu ma, mau pergi beli obat untuk mama,” “Iya nak hati – hati di jalan” “Assalamualaikum,” sautku “Waalaikum salam,” sudah aku dapat, dan aku tinggal menunggu papaku untuk menjemput obat itu dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam dengan bertanya kenapa lama sekali ? tidak lama kemudian aku melihat cahaya lampu mobil yang datang dan berhenti tepat di depan kosan tempat tinggalku dan ternyata itu papaku. Dan ketika mau memberikan obat itu dengan wajah heran kenapa banyak orang di dalam mobil tersebut termasuk paman – pamanku yang kerja di kota ini dan aku juga melihat adik perempuanku di dalamnya, dia sekolah disini juga tetapi tinggal di asrama karena dia masih SMP dan sekolah di sekolah yang bernuansa perasaan bingung Aku melihat expresi sedih dari wajah mereka, dan aku juga bertanya dalam hati kenapa mereka seperti itu.“Ayo nak, naik,” saut ayahku. “Kemana pa ?,” “Mamamu masuk rumah sakit dan sekarang di rawat di UGD,” katanya dengan tidak memandangku. “Tadi barusan telponan sama aku pa, dia bilang baik – baik saja Cuman lagi suruh beli obat saja terus titip ke papa” “Ayo nak, naik,” kita pulang liat raut wajah yang sangat sedih dia berkata seperti itu sambil melihat kearahku. Adik dan juga paman – pamanku ikut sedih ketika ayahku berkata seperti itu ke aku. sontak aku menjadi seperti seorang yang lagi sakit, lemas, sperti darahku sudah tidak mengalir lagi ke seluruh tubuh. aku lemas, shock, mendengar orang yang tadi menelponku dengan nada biasa – biasa saja ternyata menyembunyikan sesuatu. Dan dari perasaan shock tadi sejenak aku rehat akan kata – kata ayahku tadi dan dan berpikir ibuku akan baik – baik saja, dan memulai lagi kepanikanku Ketika aku sudah duduk di depan bersama ayahku yang mulai aku hujani dengan berbagai pertanyaan tentang ibuku.“Pa? Mamaku kenapa ?,” “Kenapa dia sakit tidak bilang – bilang ke aku ?,” “Tidak bilang – bilang ke kita anak – anaknya ?,” “Papa juga kenapa tidak kasih tau ke aku, dan ke adik – adik ?,”Dia hanya diam tanpa bisa berkata apa – apa sambil meneteskan air matanya, dan sekilas aku memperhatikan kebelakang melihat adik dan juga paman – pamanku yang tambah sedih mendengar percakapan ini.“kringg,” handphone ayahku berdering namun dia menyuruh agar aku yang mengangkatnya karena dia sedang menyetir, di handphone itu tertulis nama bibiku yaitu adik dari mamaku. “Ya kenapa bi ?,” tanyaku. “Ini eca ya ?” tanyanya. “Iya bi” “Nak, yang kuat ya” “Kenapa bi ? mamaku kenapa ?” “Hanya suara tangis dari bibiku yang aku dengar” “Mamaku kenapa bi ?” tanyaku lagi dengan suara tangisku yg mulai terdengar keras“Mamamu sudah tidak ada nak…..”Sontak dunia seperti terlihat gelap di mataku, dengan airmata yang sudah tidak bisa terbendung lagi aku menangis seperti orang gila yang lupa akan dunia, dunia seperti sudah tidak ada lagi untukku tanpa seorang yang selalu ada di belakangku yang selalu mendukungku untuk apapun hal positif yang ingin aku lakukan yang selalu mengingatkanku akan waktu, akan ini, akan itulah, yang kadang aku sepelekan.“IBUKU INSPIRASIKU” “Lebih baik kamu yang menunggu waktu jangan malah sebaliknya karena waktu tidak bisa menunggu”Seperti punya pengalaman lebih tentang waktu dan pandai menyembunyikan perasaanya di depan anak – anaknya sehingga anak – anaknya tidak perlu khawatir akan dia, dan selalu terlihat kuat, itulah yang selalu aku ingat ke dia ketika dia masih ada, dan itulah yang selalu mengispirasiku sampai sekarang Djurni Yunde 1974 -2015- Ibuku ^————————————————-Karya ini diikutkan dalam Lomba Menulis Spesial Hari Ibu yang dilaksanakan oleh adalah media warga. Setiap warga kampus Untad bebas menulis dan menerbitkan tulisannya. Tanggung jawab tulisan menjadi tanggung jawab penulisnya
2 menitInilah contoh cerpen tentang ibu yang singkat dan bermakna. Walau ringkas, tapi isinya memuat hal-hal baik dalam kehidupan. Yuk, dilihat! Dari berbagai tema yang menarik untuk dibuat cerita pendek atau cerpen, topik tentang ibu selalu jadi pilihan. Alasannya karena tema ibu cukup emosional dan bisa diramu untuk melahirkan cerita menarik. Selain itu, cerpen tentang ibu pasti akan relate dengan banyak orang karena mereka biasanya punya kedekatan yang khusus dengan seorang ibu. Nah, artikel ini pun secara khusus akan mengulas contoh cerpen tentang ibu yang singat. Mungkin dapat menjadi referensi untukmu. Simak cerpen singkat tentang ibu dengan seksama di bawah ini, ya. 1. Cerpen Singkat tentang Ibu Berjudul “Rindu Ibu” Tak jarang aku dibuat iri dan kesal karena ibu jarang ada di sisiku. Sementara teman-temanku yang lain mereka mendapat kasih sayang seorang ibu setiap harinya. Ayah hanya mengatakan hal yang sama berulang sabar sayang, ibu bukan tak sayang kamu, tapi ia harus bekerja dulu, sabar…” Ya, ibuku bekerja sebagai TKW di luar negeri, tepatnya Singapura. Alih-alih mengurus anaknya sendiri, Ibu mengurus anak orang lain di sana. Hari silih berganti waktu terus berputar, tak terasa aku belum melihat ibu secara langsung selama tiga tahun. Selama itu aku hanya menghubunginya via video call. Akhir-akhir ini pun aku sering acuh jika jika VC dengannya. Aku tampak marah karena memang kesal. Kesal karena rindu ibu. Tampak terlihat jelas kalau ibu pun kecewa, ia tahu anaknya marah karena selalu diminta pulang, tapi tak bisa. “Ibu di sini karena kamu, sabar nak tinggal beberapa bulan lagi ibu pulang,” kalimat yang sering ibu ungkapkan ketika aku menagih pulang dirinya. Di sekolah rasa kesalku terkadang belanjut sehingga membuat aku malas untuk belajar. Beruntung, teman-temanku sering mengajak aku bermain, setidaknya rasa rindu bercampur kesal kepada ibu sedikit hilang. Pada suatu hari, ada seorang siswa baru bernama Ani. Ia datang dari kampung yang jauh untuk pindah ke kota. Lantaran ayahnya kini bekerja di sini. Kebetulan Ani memilih kursi di dekat aku. Aku pun menyapanya dan berkenalan. Ani terlihat sebagai anak yang baik dan lembut. Namun, saat diajak main sepulang sekolah, ia selalu menolaknya. “Aku mau bantu ayah bekerja,” jawab Ani setiap diajak bermain. Di satu pagi dengan kekesalan yang sama—dan rindu yang sama—aku datang ke sekolah dengan wajah muram. Ani yang melihatnya pun penasaran. “Kamu kenapa Debi? Ko cemberut?” “Kesal sama ibu,” jawabku singkat. Ani tambah penasaran. “Kenapa kesal?” Aku jawab rasa kekesalanku dan alasan ibu bekerja di luar negeri. Ani tersenyum mendengarnya dan terlihat lega’. “Ani, kenapa kamu malah tersenyum? Bukankah kamu akan kesal jika mengalami hal serupa seperti aku?” tanyaku. Gadis baik ini menjawab singkat. “Kamu beruntung,” jawab Ani. Aku tambah kesal. “Kenapa bisa disebut beruntung?” “Kamu beruntung karena masih punya ibu,” jawab Ani. Aku sedikit kaget. “Ibuku meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan. Pindah ke sini karena bapak ingin melupakan momen bersama ibu dan bekerja sebagai pedagang keliling karena di kampung bisnis bapak hancur karena ia terus ingat dengan ibu.” “Aku dengan ayah sama, perasaanku sama, aku rindu dan hancur tanpa ibu. Berat meninggalkan kampung halaman yang di mana aku besar dengan ibu di sana.” “Tetapi hidup terus berjalan dan bapak perlu bekerja.” Aku hanya terdiam mendengar cerita Ani. “Debi, maaf kalau aku lancang dan mungkin seperti sok tahu. Tapi ingatlah, ibumu masih ada walau berjarak jauh. Kasih sayangnya membuat ibu harus pergi jauh. Tak apa, ibumu pasti pulang. Rindu yang akan terbalaskan meski masih lama itu kangen yang menyenangkan.” “Sementara aku, kangen ku tak akan terbalas. Rasa kangenku sulit disembuhkan.” Setelah perbincangan hangat itu hidupku berbalik. Melihat sudut pandang lain dan membuat aku mencoba mengerti posisi ibu. Kini, tak ada kesal karena rindu. Namun aku memilih menunggu dengan bahagia karena kangen ibu. 2. Cerpen Singkat tentang Ibu yang Menyentuh sumber *** Itulah cerpen singkat tentang ibu. Semoga bermanfaat, Property People. Baca artikel menarik lainnya di Google News Berita Indonesia. Leuwi Gajah Residence bisa jadi hunian ideal karena nyaman dan lokasinya startegis di Cimahi. Tengok informasi lebih lanjut di dan karena kami selalu AdaBuatKamu. Cek sekarang juga!
UTARA TIMES – Simak contoh cerpen tentang Hari Ibu 2022 singkat, kurang dari 1000 kata dan menyentuh hati di dalam artikel. Contoh cerpen tentang Hari Ibu 2022 singkat dapat menjadi referensi sebagai bahan untuk menyemarakkan Hari Ibu Nasional. Dalam praktiknya cerpen termasuk singkat karena kurang dari 1000 kata, tetapi tetap menyentuh hati. Gunakan cerpen tentang Hari Ibu 2022 sebagai referensi. Anda juga dapat menggunakakan cerpen singkat dan kurang dari 1000 kata berikut untuk memenuhi tugas sekolah. Apalagi cerpen memiliki alur menyentuh hati untuk pembaca. Baca Juga Kumpulan Pantun Terbaik yang Cocok Dibacakan di Peringatan Hari Ibu 2021 pada 22 Desember 2021 Perlu diketahui, secara umum cerpen dapat dipahami sebagai cerita pendek. Kemudian tidak seperti cerpen-cerpen lainnya. Pasalnya kali ini cerpen berisi tentang Hari Ibu. Dalam praktiknya, cerpen hari Ibu cocok digunakan untuk menyemarakkan Hari Ibu Nasional 2022 pada tanggal 22 Desember. Berikut contoh cerpen Hari Ibu 2022 dengan judul Kado Terbaik’. Judul Kado Terbaik Karya Asri S
cerpen tema hari ibu